Sabtu, 24 November 2012

Daging kodok menurut pandangan islam






USHUL FIQIH
HUKUM MEMAKAN DAGING SWIKE / KODOK
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SYEKH NURJATI CIREBON
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TAHUN  2012




DISUSUN OLEH :
NUURUS SAKIINAH MUTTQIN





A.    PENDAHULUAN

 Swike atau Swikee adalah Masakan Tionghoa Indonesia yang terbuat dari paha kodok. Hidangan ini dapat ditemukan dalam bentuk sup, digoreng kering, atau ditumis. Aslinya hidangan ini berasal dari pengaruh masakan Tionghoa yang masuk ke Indonesia. Istilah "swikee" berasal dari dialek Hokkian, (Tionghoa) sui (air) dan ke (ayam), yang merupakan slang atau penghalusan untuk menyebut kodok sebagai "ayam air". Makanan ini biasanya dikaitkan dengan kota Purwodadi, Jawa Tengah. Bahan utama hidangan ini adalah kaki kodok (umumnya dari "kodok hijau" atau "kodok ijo" (Jw.)) dengan bumbu bawang putih, jahe, dan tauco, garam dan lada. Dihidangkan dengan taburan bawang putih goreng dan daun seledri di atasnya, swike biasanya disajikan dengan nasi putih.

B.    PERMASALAHAN DAN PANDANGAN DARI BERBAGAI MAZHAB
Terdapat dua masalah utama mengenai konsumsi kodok di Indonesia; yaitu masalah agama dan lingkungan. Dalam aturan pangan Islam, mayoritas mahzab dalam hukum syariah menganggap daging kodok bersifat haram (non-halal). Masuknya daging kodok dalam kategori haram didasari dua pendapat; makanan yang boleh dikonsumsi tidak boleh menjijikkan, dan adanya larangan untuk membunuh kodok serta binatang lain seperti semut, lebah, dan burung laut bagi umat Muslim. Sebagaimana dalam hadits dari Ibnu Abbas beliau berkata, yang artinya: Sesungguhnya Nabi melarang membunuh empat hewan yaitu semut, lebah, burung Hud-Hud dan burung Shurad (HR: Ahmad dengan sanad yang shahih)
Sesungguhnya dalam aturan pangan Islam terdapat perbedaan dalam memandang masalah halal atau haramnya daging kodok. Kebanyakan mazhab utama dalam Islam seperti mazhab Syafi'i, Hanafi, dan Hambali secara jelas melarang konsumsi daging kodok, akan tetapi mazhab Maliki memperbolehkan umat Islam untuk mengkonsumsi kodok tetapi hanya untuk jenis tertentu; yaitu hanya kodok hijau yang biasanya hidup di sawah, sementara kodok-kodok jenis lainnya yang berkulit bintil-bintil seperti kodok budug tidak boleh dikonsumsi karena beracun dan menjijikkan..
Dari segi dalil, kita menemukan sebuah hadits yang menyebutkan tentang memakan hewan kodok.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ

ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِي دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِهَا

“Dari Abdurrahman bin Utsman Al-Quraisy bahwanya seorang tabib bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang kodok yang dipergunakan dalam campuran obat, maka Rasulullah SAW melarang membunuhnya.”
Dari hadits ini, para ulama umumnya mengatakan bahwa memakan daging kodok itu halal. Sebab Rasulullah SAW melarang untuk membunuhnya.Sementara di kalangan ulama berkembang sebuah kaidah bahwa hewan-hewan yang diperintahkan untuk membunuhnya, hukumnya haram dimakan. Meski pun tidak tidak disebutkan bahwa hewan itu najis atau haram dimakan. Demikian juga dengan hewan yang dilarang untuk membunuhnya, hukumnya pun haram dimakan, meski tidak ada keterangan bahwa dagingnya najis atau haram dimakan.
Seandainya boleh dimakan, maka tidak akan dilarang untuk membunuhnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmadn Ishaq, Alhakim dari Abdurrahman bin Utsman at-Tamimi. Mereka yang mengharamkan kodok juga mendasarkan larangan ini dengan dalil bahwa kodok itu termasuk hewan yang menjijikkan secara umum.
Walhasil, kecenderungan jumhur ulama berpendapat bahwa kodok itu tidak halal dimakan berdasarkan dalil dan kaidah di atas.
Mereka yang Menghalalkan adalah kalangan mazhab Maliki. Imam Malik menghalalkan kodok dan sebangsanya. Sebagaimana sudah seringkali dijelaskan, umumnya pendapat mazhab ini merujuk kepada dalil secara apa adanya. Bila di dalam dalil itu tidak tertuang secara eksplisit tentang najis atau haramnya suatu hewan, maka mereka akan bersikukuh untuk tidak mengharamkannya.
Sejak awal, Allah telah memberikan penjelasan dalam firman-Nya, surat an-Nahl ayat 14: “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan). Dan firman-Nya dalam surat al-Maidah 96, “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” Di sini jelas dikatakan, bahwa pada dasarnya seluruh hewan yang hidup di lautan (air), baik yang masih hidup maupun yang sudah mati adalah halal dimakan. Begitu juga hewan yang hidup di darat, pada dasarnya semua juga halal dimakan dagingnya, kecuali yang secara tegas diharamkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Di antaranya adalah bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah. Hal ini tercantum dalam al-Qur’an surat al- An’am ayat 145.
Demikian juga diharamkan memakan hewan buas yang mempunyai gigi taring dan burung yang mempunyai kuku mencengkeram. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Hadits Shahih yang diriwayatkan Imam muslim: “Rasulullah SAW melarang (umat Islam) memakan setiap binatang buas yang bergigi taring dan burung yang mempunyai kuku mencengkeram”.
C.     Kodok Menurut Ilmu Kesehatan
Menurut keterangan Dr. H. Muhammad Eidman, M. Sc. seorang dokter hewan dari Institut Pertanian Bogor, bahwa jenis kodok kurang lebih berjumlah 150 jenis. Dari jumlah tersebut, hanya 10 jenis kodok yang berada di Indonesia yang dinyatakan tidak mengandung racun, yaitu: Rana Macrodon, Rana Hinascaris, Rana Ingeri, Rana Glandilosa, Rana Magna, Hyhrun Arfiki, Rana Modesta, Hyhrun Pagun, Rana Canarivon, Rana Catesbiana Sehubungan dengan keterangan pakar yang mempunyai otoritas dalam menentukan bahaya atau tidaknya kodok, maka dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi kodok secara umum membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, hukumnya haram. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat al-Baqarah ayat 195: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
D.    KESIMPULAN
Dengan semakin berkembangnya pembudidayaan kodok sekarang ini, memang tidak bisa langsung menghakimi bahwa memakan dan membudidayakan kodok itu haram. Meskipun, memakan kodok itu memang tidak diperbolehkan karena binatang itu hidup di dua alam. Begitu pula membudidayakan kodok untuk dimakan atau diperdagangkan adalah haram. Hal ini didasarkan pada Qaidah Ushul Fiqh, “Sesuatu yang menjadi sarana, hukumnya adalah mengikuti sesuatu yang menjadi tujuan”. Akan tetapi, dari MUI sendiri memberikan dua pilihan kepada masyarakat untuk mengikutinya. Pilihan untuk tidak menghalalkan daging kodok untuk dimakan bagi para penganut mahzab Syafi’I atau jumhur ulama. Dan, pilihan lainnya untuk menganggap halal daging kodok untuk dimakan dan dikonsumsi bagi masyarakat yang mengikuti pendapat Imam Maliki. Sedangkan untuk budidaya kodok, jika memang hanya diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan, maka dari ulama dan MUI memperbolehkan selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Akan lebih baiknya, semua kembali kepada individu masing-masing, bagaimana memandang baik buruknya mengkonsumsi daging kodok tersebut. Baik dari segi aturan Islam, maupun kesehatan
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut [442] dan makanan (yang berasal) dari laut [443] sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. [442]. Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut disini ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya. [443]. Maksudnya: ikan atau binatang laut yang diperoleh dengan mudah, karena telah mati terapung atau terdampar dipantai dan sebagainya.