USHUL FIQIH
HUKUM MEMAKAN DAGING SWIKE /
KODOK
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
SYEKH NURJATI CIREBON
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2012
DISUSUN OLEH :
NUURUS SAKIINAH MUTTQIN
A.
PENDAHULUAN
Swike atau Swikee adalah Masakan Tionghoa Indonesia yang terbuat
dari paha kodok.
Hidangan ini dapat ditemukan dalam bentuk sup, digoreng kering, atau ditumis.
Aslinya hidangan ini berasal dari pengaruh masakan
Tionghoa yang masuk ke Indonesia. Istilah "swikee" berasal dari
dialek Hokkian,
(Tionghoa) sui
(air) dan ke (ayam), yang merupakan slang atau penghalusan untuk
menyebut kodok sebagai "ayam air". Makanan ini biasanya dikaitkan
dengan kota Purwodadi,
Jawa
Tengah. Bahan utama hidangan ini adalah kaki kodok (umumnya dari
"kodok hijau" atau "kodok ijo"
(Jw.))
dengan bumbu bawang putih, jahe, dan tauco, garam dan lada. Dihidangkan
dengan taburan bawang putih goreng dan daun seledri di
atasnya, swike biasanya disajikan dengan nasi putih.
B. PERMASALAHAN DAN PANDANGAN DARI BERBAGAI MAZHAB
Terdapat dua
masalah utama mengenai konsumsi kodok di Indonesia; yaitu masalah agama dan
lingkungan. Dalam aturan pangan Islam, mayoritas mahzab dalam hukum
syariah menganggap daging kodok bersifat haram (non-halal). Masuknya
daging kodok dalam kategori haram didasari dua pendapat; makanan yang boleh dikonsumsi tidak boleh menjijikkan, dan adanya
larangan untuk membunuh kodok serta binatang lain seperti semut, lebah, dan
burung laut bagi umat Muslim. Sebagaimana dalam hadits dari Ibnu Abbas
beliau berkata, yang artinya: “Sesungguhnya
Nabi melarang membunuh empat hewan yaitu semut, lebah, burung Hud-Hud dan
burung Shurad“ (HR: Ahmad dengan sanad yang shahih)
Sesungguhnya
dalam aturan pangan Islam terdapat perbedaan dalam memandang masalah halal atau
haramnya daging kodok. Kebanyakan mazhab utama dalam Islam seperti mazhab
Syafi'i, Hanafi, dan Hambali
secara jelas melarang konsumsi daging kodok, akan tetapi mazhab
Maliki memperbolehkan umat Islam untuk mengkonsumsi kodok tetapi hanya
untuk jenis tertentu; yaitu hanya kodok
hijau yang biasanya hidup di sawah, sementara kodok-kodok jenis lainnya
yang berkulit bintil-bintil seperti kodok budug tidak boleh dikonsumsi karena
beracun dan menjijikkan..
Dari segi
dalil, kita menemukan sebuah hadits yang menyebutkan tentang memakan hewan
kodok.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِي دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِهَا
“Dari Abdurrahman bin Utsman
Al-Quraisy bahwanya seorang tabib bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang kodok
yang dipergunakan dalam campuran obat, maka Rasulullah SAW melarang
membunuhnya.”
Dari hadits
ini, para ulama umumnya mengatakan bahwa memakan daging kodok itu halal. Sebab
Rasulullah SAW melarang untuk membunuhnya.Sementara di kalangan ulama
berkembang sebuah kaidah bahwa hewan-hewan yang diperintahkan untuk
membunuhnya, hukumnya haram dimakan. Meski pun tidak tidak disebutkan bahwa
hewan itu najis atau haram dimakan. Demikian juga dengan hewan yang dilarang
untuk membunuhnya, hukumnya pun haram dimakan, meski tidak ada keterangan bahwa
dagingnya najis atau haram dimakan.
Seandainya
boleh dimakan, maka tidak akan dilarang untuk membunuhnya. Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmadn Ishaq, Alhakim dari Abdurrahman bin Utsman
at-Tamimi. Mereka yang mengharamkan kodok juga mendasarkan larangan ini dengan
dalil bahwa kodok itu termasuk hewan yang menjijikkan secara umum.
Walhasil, kecenderungan jumhur
ulama berpendapat bahwa kodok itu tidak halal dimakan berdasarkan dalil dan
kaidah di atas.
Mereka yang
Menghalalkan adalah kalangan mazhab Maliki. Imam Malik menghalalkan kodok dan
sebangsanya. Sebagaimana sudah seringkali dijelaskan, umumnya pendapat mazhab
ini merujuk kepada dalil secara apa adanya. Bila di dalam dalil itu tidak
tertuang secara eksplisit tentang najis atau haramnya suatu hewan, maka mereka
akan bersikukuh untuk tidak mengharamkannya.
Sejak awal,
Allah telah memberikan penjelasan dalam firman-Nya, surat an-Nahl ayat 14: “Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan). Dan firman-Nya dalam surat al-Maidah 96,
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.”
Di sini jelas dikatakan, bahwa pada dasarnya seluruh hewan yang hidup di lautan
(air), baik yang masih hidup maupun yang sudah mati adalah halal dimakan.
Begitu juga hewan yang hidup di darat, pada dasarnya semua juga halal dimakan
dagingnya, kecuali yang secara tegas diharamkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Di
antaranya adalah bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih
atas nama selain Allah. Hal ini tercantum dalam al-Qur’an surat al- An’am ayat
145.
Demikian juga diharamkan memakan
hewan buas yang mempunyai gigi taring dan burung yang mempunyai kuku
mencengkeram. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Hadits Shahih yang diriwayatkan
Imam muslim: “Rasulullah SAW melarang (umat Islam) memakan setiap binatang buas
yang bergigi taring dan burung yang mempunyai kuku mencengkeram”.
C.
Kodok Menurut Ilmu Kesehatan
Menurut
keterangan Dr. H. Muhammad Eidman, M. Sc. seorang dokter hewan dari Institut
Pertanian Bogor, bahwa jenis kodok kurang lebih berjumlah 150 jenis. Dari
jumlah tersebut, hanya 10 jenis kodok yang berada di Indonesia yang dinyatakan
tidak mengandung racun, yaitu: Rana Macrodon, Rana Hinascaris, Rana Ingeri,
Rana Glandilosa, Rana Magna, Hyhrun Arfiki, Rana Modesta, Hyhrun Pagun, Rana
Canarivon, Rana Catesbiana Sehubungan dengan keterangan pakar yang mempunyai
otoritas dalam menentukan bahaya atau tidaknya kodok, maka dapat disimpulkan
bahwa mengkonsumsi kodok secara umum membahayakan kesehatan manusia. Oleh
karena itu, hukumnya haram. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat
al-Baqarah ayat 195: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
D.
KESIMPULAN
Dengan semakin
berkembangnya pembudidayaan kodok sekarang ini, memang tidak bisa langsung
menghakimi bahwa memakan dan membudidayakan kodok itu haram. Meskipun, memakan
kodok itu memang tidak diperbolehkan karena binatang itu hidup di dua alam.
Begitu pula membudidayakan kodok untuk dimakan atau diperdagangkan adalah
haram. Hal ini didasarkan pada Qaidah Ushul Fiqh, “Sesuatu yang menjadi sarana,
hukumnya adalah mengikuti sesuatu yang menjadi tujuan”. Akan tetapi, dari MUI
sendiri memberikan dua pilihan kepada masyarakat untuk mengikutinya. Pilihan
untuk tidak menghalalkan daging kodok untuk dimakan bagi para penganut mahzab
Syafi’I atau jumhur ulama. Dan, pilihan lainnya untuk menganggap halal daging
kodok untuk dimakan dan dikonsumsi bagi masyarakat yang mengikuti pendapat Imam
Maliki. Sedangkan untuk budidaya kodok, jika memang hanya diambil manfaatnya,
tidak untuk dimakan, maka dari ulama dan MUI memperbolehkan selama tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Akan lebih baiknya, semua kembali kepada
individu masing-masing, bagaimana memandang baik buruknya mengkonsumsi daging
kodok tersebut. Baik dari segi aturan Islam, maupun kesehatan
Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut [442] dan makanan (yang berasal) dari laut [443]
sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan;
dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam
ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
[442]. Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha
seperti mengail, memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut
disini ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya. [443]. Maksudnya: ikan atau
binatang laut yang diperoleh dengan mudah, karena telah mati terapung atau
terdampar dipantai dan sebagainya.